Kamis, 02 September 2010

Merindu Lailatul Qodar

IHWAL kesemerawutan pasar-pasar dan pusat-pusat perbelanjaan yang dijejali manusia di penghujung Ramadan merupakan pemandangan biasa. Shaf-shaf tarawih di masjid-masjid makin maju ke depan, ditinggal jamaahnya yang sibuk menyiapkan keperluan lebaran.

Karena itu, melihat manusia berdesakan di masjid tampaknya merupakan sebuah fenomena yang luar biasa. Lebih-lebih hal itu terjadi di kota Cirebon yang sebagian masyarakatnya masih mengakui bahwa Cirebon sebagai kota wali yang cenderung mentadaburi nilai-nilai agama.

Menarik memang. Di saat kebanyakan orang sibuk berebut dunia, mereka (para pemburu pahala) malah asyik tafakur berdiam diri di masjid-masjid. Makin mendekati lebaran, shaf-shaf tarawih malah makin mundur ke belakang. Apalagi pada malam-malam ganjil yang salah-satunya diyakini merupakan Lailatul Qodar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Untuk memburunya, mereka ramai-ramai melakukan I'tikaf di masjid sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Pemandangan seperti ini biasa ditemukan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, menurut Ahmad (58 tahun), pngurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon, banyak didatangi para pemburu pahala dari berbagai kota di Indonesia. Semenjak hari pertama bulan Ramadan hingga tanggal 27 Agustus 2010 peserta I'tikaf sudah mencapai 117 orang pria dan wanita. Bahkan, dua pria mualaf Held dan Loidl asal Osterretch, Austria sengaja datang jauh-jauh ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa sejak tanggal 23 Agustus 2010 terdaftar di buku tamu pengurus masjid sebagai peserta I'tikaf, juga turut melakukan perburuan pahala. Keduanya berbaur dengan peserta I'tikaf lainnya.

Kegiatan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa memang mempunyai daya tarik sendiri. Menurut Kholil Arief (24 tahun), koordinator remaja masjid, setiap bada tarawih para remaja masjid dan peserta I'tikaf biasa melakukan qiyamullail berjamaah yang bacaan surahnya menamatkan 3 juz Alquran. Targetnya, dalam tempo sepuluh malam mereka bisa menghatamkan 30 juz. Yang tak kalah mengesankan, ternyata sebagaian imamnya adalah remaja masjid yang berusia muda yang telah hafal Alquran. Di usia mereka yang masih sangat muda, namun telah hafal di luar kepala seluruh isi Alquran.

Meski mereka (remaja masjid) masih sangat muda, namun kefasihan bacaan dan kedalaman penghayatannya terhadap ayat-ayat yang dibacanya terbilang luar biasa. Seringkali makmum berisak tangis menyimak bacaannya. Ketika dibacakan ayat-ayat yang berbicara tentang keluasan rahmat Allah, bergelora-lah harapan dan kerinduan mereka untuk meraihnya.

Sebaliknya, ketika dibacakan ayat-ayat azab, tubuh mereka berguncang seolah-olah akan dilemparkan ke neraka. Selain qiyamullail, kegiatan I'tikaf pun diisi dengan berbagai kajian materi keislaman, seperti tafsir, hadits, fikih, sirah (perjalanan hidup) dan sejumlah materi lainnya yang merujuk langsung kepada sumber aslinya. Karena itu, tidak sedikit peserta yang datang berasal dari luar Cirebon.

Peserta I'tikaf di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon memang sebagian adalah kalangan wanita. Tidak hanya kalangan muda, namun banyak pula yang sudah lanjut usia. Ada juga yang sedang hamil tua. Bahkan, tidak sedikit ibu muda membawa balita. Tampaknya, dalam memburu pahala, mereka tak mau kalah dari kaum pria.

Ihwal, wanita melakukan I'tikaf bukanlah mengada-ada. Ketika Rasulullah SAW melakukan I'tikaf, istri-istri beliau pun melakukan hal sama. Bahkan, setelah beliau meninggal dunia, para ummahatul mukminin itu tetap meneruskannya.

Dari sekian peserta I'tikaf, adakah yang mengetahui kapan Lailatul Qodar itu tiba? Tak seorangpun tahu kapan Lailatul Qodar akan tiba. Allah SWT menjadikannya sebagai suatu rahasia, sehingga manusia harus berjuang keras untuk meraihnya. Sejumlah ulama mengatakan, Lailatul Qodar terjadi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan, terutama di malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29.

Rasulullah SAW bersabda, Lailatul Qodar terdapat di epuluh malam yang tersisa. Siapa yang mendirikan malam-malamnya, demi mencari dan menunggu kedatangannya, maka sesungguhnya Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan setelahnya. Itulah malam-malam yang hitungannya ganjil: Sembilan, tujuh, lima, tiga, atau bahkan di hari terakhir." (HR. Ahmad).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bahkan menyebut sebagian tanda-tanda alam ketika Lailatul Qodar itu tiba. "Sesungguhnya tanda-tanda datangnya Lailatul Qodar itu langit sangat cerah seolah-olah ada sekelompok besar bulan datar, tenang, dan indah. Suhu udara pada malam itu tidak panas dan juga tidak dingin. Allah tidak menghalalkan planet-planet dijatuhkan pada malam itu, sampai datang pagi hari tiba. Tanda-tanda lainnya, matahari pada pagi harinya terlihat sangat cerah, tidak bersinar seperti sinar bulan ketika terjadi perang Badar. Dan, tidak dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama malam itu." Fathul Baari/IV/329 dan 318).

Namun demikian, kedatangan Lailatul Qodar yang sesungguhnya tetaplah rahasia. Ia merupakan hal gaib yang hanya diketahui Allah SWT. Karenanya Rasulullah SAW berpesan agar memburu malam Lailatul Qodar bukan segalanya. Motivasi ibadah sesungguhnya hanya pengabdian kepada Allah. Lailatul Qodar adalah sebuah 'fasilitas' luar biasa, yang dianugerahkan Allah bagi umat Muhammad agar beribadah sebaik-baiknya dan mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya.
Rasulullah juga menganjurkan kepada para sahabat dan istrinya, Aisyah, untuk membaca sebuah doa serta menghayati maknanya, ketika merasakan hadirnya Lailatul Qodar. Doa itu adalah: Rabbanaa aatinaa fiddunnya hasanah, wa fil aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaabannaar (wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka).


Doa itu bukan saja bertujuan agar kita dapat memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Tapi lebih dari itu, bertujuan memantapkan langkah dalam upaya meraih kebajikan yang dimaksud. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia dan pengharapan untuk memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat.

Rasulullah juga menganjurkan agar kita memperbanyak doa di bulan Ramadan. Apalagi pada sepuluh malam terakhir, terutama tanggal ganjil. Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, jika sekiranya mendapatkan Lailatul Qodar, apa yang harus saya baca?" Rasulullah menjawab, "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa 'fu 'annii."

Kegiatan kreatif pengurus dan remaja masjid di atas menunjukan bahwa semangat umat untuk beribadah di bulan suci Ramadan sebenarnya sangat tinggi. Beruntunglah mereka, karena melalui I'tikaf bisa menghisab diri, menghitung-hitung kesalahan untuk melakukan perbaikan. Paling tidak, dua target harus terlampau, membersihkan dosa dan menuai pahala. Melalui jalan seperti ini, peluang untuk meraih kembali fitrah yang sempat hilang makin terbuka lebar.

Sayang, belum banyak orang yang telah terbuka nuraninya untuk menghidupkan kembali sunnah Rasulullah. Padahal, jauh-jauh hari beliau sudah mensinyalir bahwa salah satu kelompok manusia yang akan memperoleh perlindungan Allah di hari kiamat adalah meraka yang hatinya selalu merindukan rumah-Nya.

Maha Suci Allah yang telah membuka rahmat-Nya dengan menurunkan satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, pintu surga terbuka lebar bagi hamba-hamba yang memohon kelapangan-Nya. Malam yang penuh berkah. Kedamaian hingga datangnya fajar. Malam dimana pahala amalan dilipatgandakan. Adakah malam yang lebih baik darinya? (*)

Tidak ada komentar: